29 Sept 2014

Ijtihad Ulama untuk Pemimpin Perempuan Pertama Aceh


Kerajaan Aceh Darussalam adalah kerajaan terbesar dalam sejarah wilayah di utara Pulau Sumatra ini. Kerjaan ini mewariskan nama seorang raja legendaris, Iskandar Muda. Di bawah kepemimpinannya, Aceh sampai pada puncak peradaban. Ia dikenal sebagai raja yang adil. Sayang sekali, ia tidak meninggalkan anak laki-laki untuk meneruskan kepemimpinannya, seperti adat kebiasaan para raja di Aceh. Sebetulnya, ia sudah menobatkan anak lelakinya, Meurah Pupok. Tapi, karena ia berzina dengan istri salah seorang perwiranya, Iskandar Muda sendiri yang memutuskan agar anaknya ini dirajam sampai mati sesuai dengan hukum Islam yang berlaku di Aceh. Jadilah, ia tidak memiliki putra mahkota.

Untuk menjamin kepemimpinan Aceh terus berjalan, ia menunjuk menantunya yang menikah dengan anak perempuannya Safiatuddin untuk meneruskan takhtanya. Menantunya inilah yang kemudian dikenal sebagai Iskandar Sani. Ia sebelumnya dikenal dengan sebutan Sultan Bungsu. Iskandar Sani naik takhta di usia 25 tahun pada 1636. Sayang, usianya tidak panjang. Ia meninggal dalam usia 30 tahun dan meninggalkan istri tanpa anak, Safia tuddin. Aceh menjadi sedikit kacau de ngan mangkatnya Iskandar Sani. Dalam situasi seperti itu, para ulama, tokoh, dan pemuka kerajaan saat itu harus mengambil keputusan siapa yang harus menggantikan Iskandar Sani.

Featured Post

Jangan Tertipu oleh Banyakanya Amal

Islam sangat menganjurkan umatnya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, memperbanyak amalan sholeh dan menahan diri dari perbuatan dosa. Se...